NAHDHOTUL ULAMA
A.
SEJARAH
BERDIRINYA NU
NU adalah Jamiyah Diniyah Islamiyah yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H
bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 M di Kertopaten Kota Surabaya. Pada
waktu itu ada peristiwa sejarah berkumpulnya para ulama terkemuka di Kertopaten
Surabaya, di kediaman KH. Abdul Wahab Chasbullah pada 31 Januari 1926.
Pertemuan ini pada awalnya bertujuan membahas dan menunjuk apa yang selanjutnya
dinamakan Komite Hijaz. Komite yang diutus untuk menyampaikan pesan kepada Raja
Abdul Azis Ibnu Sa’ud, penguasa baru Arab yang berpaham wahabi. Tentang Komite
Hijaz akan dibahas selanjutnya. Karena belum memiliki organisasi yang bertindak
sebagai pengirim delegasi maka secara spontan dibentuklah organisasi yang
kemudian diberi nama Nahdlatul Ulama (setelah sebelumnya terjadi perdebatan
tentang nama organisasi ini). Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan NU
merupakan pengorganisasian potensi dan peran Ulama dan Kyai pesantren agar
wilayah kerja keulamaannya meluas, tidak melulu terbatas pada persoalan
kepesantrenan atau kegiatan ritual keagamaan, tetapi juga untuk lebih peka
terhadap masalah sosial, ekonomi, politik dan urusan kemasyarakatan pada
umumnya.
Berkaca
terhadap apa yang terjadi pada masa itu, para pengamat berbeda pendapat
mengenai latar alasan pasti dibentuknya NU. Tapi setidaknya ada 3 faktor
pendorong pembentukan NU.
1. Adalah motivasi
untuk mempertahankan agama Islam dari serbuan kristenisasi yang dibawa penjajah
saat itu. Hal ini dikira perlu dikarenakan pemerintah Belanda memberikan
bantuan secara besar-besaran untuk Misi Katholik dan Zending Protestan (akar
penjajahan tidak bisa dilepaskan dari sejarah perang salib dan misi penyebaran
agama Kristen, slogan: gold-gospel-glory). Sejarah mencatat bahwa
perlawanan secara fisik dan sporadis tidak banyak berhasil sehingga diperlukan
langkah lain dalam melawan penjajah. Pembentukan organisasi dirasa perlu
sebagai alat komunikasi ummat sekaligus alat penyiaran dan pertahanan akidah
yang merupakan konsekuensi dan tanggung jawab keagamaan yang diamanatkan oleh
Nabi Muhammad SAW.
2. Adalah semangat
nasionalisme untuk mencapai kemerdekaan. Hal ini terungkap dari diskusi KH.
Wahab Chasbullah dan Kiai Abdul Halim (Cirebon) sehari sebelum berdirinya NU.
Kiai Abdul Halim menanyakan kepada KH. Wahab Chasbullah mengenai pembentukan
organisasi ini, “Apakah mengandung tujuan untuk menuntut kemerdekaan?”.
Jawab KH. Wahab, “tentu, itu syarat nomor satu. Ummat Islam menuju ke jalan
itu (kemerdekaan). Ummat Islam tidak akan leluasa, sebelum Negara kita merdeka”.
Dialog tersebut menunjukkan bahwa pendirian NU juga karena ada dorongan kuat
untuk mencapai kemerdekaan.
3. adalah untuk
mempertahankan faham Ahlussunnah wal Jama’ah. Seperti kita ketahui, pada 1920-an
Arab sukses dikuasai oleh rezim Sa’ud yang berpaham wahabi. Kemenangan rezim
Sa’ud di Arab ini dipandang membahayakan eksistensi faham ahlussunnah yang pro
tradisi dan telah berlangsung lama di Timur Tengah. Sedangkan kita tahu bahwa
gerakan wahabi memiliki jargon untuk purifikasi (pemurnian) ajaran Islam dan
anti-tradisi. Wahabi merupakan aliran keagamaan yang menentang banyak hal dan
ikhwal praktik keagamaan yang dianggap penuh bid’ah, takhayul, khurafat dan
syirik, termasuk penggunaan madzhab yang tidak ada dalam Al Qur’an dan Hadits.
Pada saat itu, kerajaan Saudi mengundang perwakilan ummat Islam di dunia untuk
hadir dalam Mu’tamar ‘Alam Islami (Kongres Islam Internasional) dimana kongres
tersebut bertujuan untuk mensepakati penggunaan paham wahabi yang puritan dan
anti tradisi tersebut. Perwakilan dari Indonesia sendiri diputuskan melalui
Kongres Al Islam yang digelar di Yogyakarta tahun 1925 dimana perwakilan
berbagai ormas dan tokoh agama Islam hadir. Saat itu KH. Wahab Chasbulloh
berbeda pandangan dengan perwakilan yang lain sehingga Beliau dikeluarkan dari
anggota. Agar terus bisa memperjuangkan faham Ahlussunnah wal Jama’ah maka
dibentuklah Komite Hijaz (yang telah disinggung sebelumnya) untuk menyampaikan
aspirasi dengan menghadap Raja Saudi. Intinya adalah agar kerajaan Saudi tetap
menghormati kebebasan bermadzhab, praktik-praktik keagamaan serta memelihara
dan meramaikan tempat-tempat bersejarah ummat Islam. Komite Hijaz yang akhirnya
diutus menghadap raja Saudi adalah KH. Wahab Chasbullah sendiri dan Syaikh
Ahmad Ghana’im (asal Mesir), dua tahun setelah NU berdiri. Adapun tokoh-tokoh
yang hadir dalam pembentukan Komite Hijaz (tempat dan waktu pembentukan telah
disebut sebelumnya) adalah KH. Hasyim Asy’ari (Tebuireng-Jombang), KH. Bisri
Syansuri (Denanyar, Jombang), KH. Asnawi (Kudus), KH. Nawawi (Pasuruhan), KH.
Ridwan (Semarang), KH. Ma’sum (Lasem-Rembang), KH. Nahrawi (Malang), H. Ndoro
Muntaha (Menantu KH. Kholil Bangkalan-Madura), KH. Abdul Hamid (Sedayu-Gresik),
KH. Abdul Halim (Cirebon), KH. Ridwan Abdullah, KH. Mas Alwi, KH. Abdullah
Ubaid (Surabaya), Syaikh Ahmad Ghana’im (Mesir) dan KH. Wahab Chasbullah
sendiri sebagai tuan rumah.
Dari
uraian di atas sebenarnya terlihat jelas bahwa dibentuknya NU utamanya lebih
merupakan reaksi atas wahabisme di Timur Tengah, bukan reaksi atas ormas-ormas
yang sebelumnya telah ada terlebih dahulu (Muhammadiyah, Persis, dll) walaupun
diakui atau tidak pada beberapa (banyak) aspek ada kesamaan faham antara wahabi
dan ormas-ormas tersebut. Tetapi bukan berarti ormas-ormas seperti Muhammadiyah
dan Persis sama sekali tidak memiliki pengaruh atas lahirnya NU. Sejarah
mencatat sering kali terjadi debat terbuka yang sengit dan penuh fanatisme
antara KH. Ahmad Dahlan, KH. Mas Mansur (dari Muhammadiyah), Syaikh Ahmad
Surkati (dari Al Irsyad), Ahmad Hasan (dari Persis) yang mewakili kubu
pembaharu, puritan, anti-tradisi melawan KH. Wahab Khasbullah, KH. R. Asnawi,
KH. M Dahlan Kertosono yang mewakili kaum tradisionalis dan pro-tradisi.
Perdebatan berlangsung lama dan melelahkan walaupun hanya dalam taraf fiqh
furu’ (cabang) seperti tahlil, talqin mayit, bacaan ushalli, doa qunut dan
persoalan “remeh” lainnya. Akan tetapi hingga saat ini pun masih bisa kita
rasakan bekas-bekas perdebatan tersebut. Sekarang menjadi jelas bahwa walaupun
pembentukan NU bukan atas reaksi utama terhadap eksistensi ormas pembaharu
Islam di tanah air tetapi keberadaan ormas-ormas tersebut tetap memberi andil
atas terbentuknya NU, bahkan terhadap perjalanan NU sekarang.
Harus diketahui pula, jauh sebelum NU berdiri
sudah terjalin komunikasi yang intens antara para Kiai pesantren. Hal ini dapat
dipahami karena kebanyakan Kiai pesantren memiliki poros/ kiblat keilmuan yang
sama yaitu poros Bangkalan (KH. Kholil), poros Tebuireng (KH. Hasyim Asy’ari)
dan poros Mekkah (Syaikh Nawawi Al Bantani, Syaikh Mahfudh al Tarmasi dan lain
sebagainya). Tradisi silaturahmi para Kiai ini membentuk semacam jaringan yang
memudahkan setiap agenda pertemuan, termasuk terbentuknya NU. Selain itu
pembentukan NU juga merupakan akumulasi persoalan yang telah mengendap sekian
lama baik dalam ranah KeIslaman atau KeIndonesiaan.
Tanpa mengecilkan peran Kiai lain, harus diakui
tokoh yang bisa dikatakan paling banyak berkeringat dalam pendirian NU adalah
KH. Wahab Chasbullah. Dengan dukungan penuh dari saudara sepupu sekaligus
gurunya KH. Hasyim Asy’ari, Beliau merintis beberapa lembaga/ organisasi/ forum
intelektual untuk meningkatkan kepekaan sosial dan kecerdasan para Kiai dan
Santri. Beliau pernah masuk Sarikat Islam (SI) tetapi akhirnya keluar karena SI
dianggap terlalu politis. Selanjutnya beliau membuat lembaga yang konsen pada
masalah pendidikan yaitu Nahdlatul Wathan dan membuat kelompok diskusi
keagamaan dan sosial masyarakat yang diberi nama Tashwirul Afkar. Sebenarnya kesemuanya
itu ada sebelum NU berdiri. Sebelumnya KH. Wahab Chasbullah juga pernah
mengusulkan agar dibentuk sejenis “organisasi perkumpulan para ulama” tetapi
usulan tersebut ditolak oleh KH. Hasyim Asy’ari karena dirasa belum cukup
alasan pembentukannya. Baru pada 31 Januari 1926 itulah KH. Hasyim Asy’ari
merestui berdirinya NU karena dipandahng telah cukup alasan, bahkan beliau
sendiri yang menjadi Rais Akbar-nya setelah Beliau pun mendapat petunjuk
melalui gurunya KH. Khalil (Bangkalan-Madura).
Dalam pidato pembentukan NU, yang kemudian
menjadi “Muqaddimah Qanun Asasi NU”, KH. Hasyim Asy’ari secara tegas
mengatakan bahwa “…Pendirian jam’iyyah Nahdlatul Ulama atau NU adalah mutlak
diperlukan untuk memperkuat basis solidaritas sesama ummat Islam guna memerangi
keangkaramurkaan”. Sebuah syair pun dikutip Hadratus Syaikh (sebutan untuk
KH Hasyim Asy’ari) yang menunjukkan signifikansi sebuah Jam’iyyah, yaitu:
“… Berhimpunlah anak-anakku bila genting
datang melanda
Jangan bercerai berai, sendiri-sendiri
Cawan-cawan enggan pecah bila bersama
Bila bercerai, satu-satu pecah berderai…”
Pada tanggal 5 September 1929, para
fungsionaris NU mengajukan surat permohonan legalisasi organisasi kepada
Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia. Lima bulan kemudian, tepatnya 6
Februari 1930 permohonan tersebut dikabulkan dan NU resmi berbadan hukum. Sejak
saat itu organisasi itu terus berkembang dan menjadi ormas terbesar di negeri
ini.
Sumber : Nalar Islam Nusantara (Studi Islam ala
Muhammadiyah, Al Irsyad, Persis dan NU). Ditulis oleh: M. Mukhlis Jamil,
Musahadi, Choirul Anwar, Abdul Kholiq. Diterbitkan oleh: Fahmina Institute,
Maret 2008. Didukung sumber dari NU online (www.nu.or.id)
B.
ARTI DAN MAKNA
LAMBANG NU
Lambang
NU diciptakan oleh K.H RIDWAN ABDULLAH salah seorang a'wan syuriah PBNU periode
pertama pada tahun 1926,lambang itu dihasilkan dari sebuah mimpi setelah
melakukan sholat istikhoroh,shga diyakini bukan lambang sembarangan tp memiliki
makna yg sangat dalam.
1)
BOLA DUNIA bumi adalah tempat manusia
berasal,menjalani hidup dan kembali sesuai dgn surat thaha ayat 55 yg
berbunyi:"dari bumi (tanah) itulah KAMI menjadikan kamu dan kepadanya KAMI
akan mengembalikan kamu dan dari padanya KAMI akan mengeluarkan kamu pada kali
yg lain"
2)
TAMPAR YG MELINGKAR DGN UNTAIAN BERJUMLAH 99 99
melambangkan nama-nama bagi ALLAH (asma'ul husna) tali melambangkan ukhuwah yg
kokoh berdasarkan ayat 103 surat ali imron "dan berpeganglah kalian dgn
tali (agama) ALLAH,dan janganlah kamu bercerai berai dan ingatlah akan nikmat
ALLAH kpdamu ktka kamu dahulu(masa jahiliyah)bermusuh musuhan,maka ALLAH
melunakkan antara hatimu lalu menjadikan kamu karena nikmat ALLAH orang orang
yg bersaudara"
3)
PETA INDONESIA melambangkan bahwa nahdhotul
ulama didirikan di indonesia dan berjuang untuk kejayaan negara kesatuan
republik indonesia
4)
DUA SIMPUL IKATAN DIBAGIAN BAWAH melambangkan
hub vertikal kpd ALLAH (hablun minallah) dan hubungan horizontal dgn sesama
manusia (hablun minannas).
5)
EMPAT BINTANG MELINTAS DI ATAS BUMI
melambangkan KHULAFA'UR RASYIDIN
6)
SATU BINTANG BESAR DITENGAH melambangkan
RASULULLOH SAW.
7)
EMPAT
BINTANG DIBAWAH BUMI melambangkan EMPAT IMAM MADHAB (imam syafii,imam
hanafi,imam maliki,imam hambali)
8)
JUMLAH BINTANG SELURUHNYA 9 melambangkan WALI
SONGO yg menyebarkan agama islam di belahan nusantara
9)
TULISAN ARAB NAHDHOTUL ULAMA MELINTANG DI
TENGAH BUMI berarati nama organisasi yg dimotori oleh para ulama yg artinya
"kebangkitan para ulama"
10)
WARNA HIJAU melambangkan kesuburan
11)
WARNA PUTIH melambangkan kesucian
C. STRUKTUR
ORGANISASI NU, LEMBAGA, LAJNAH, DAN BADAN OTONOM
1.
Struktur Organisasi NU tingkat kepengurusan
a.
PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) untuk tingkat pusat.
b. PWNU (Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama) untuk
tingkat propinsi.
c.
PCNU (Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama) untuk tingkat kabupaten.
d. MWCNU (Pengurus Wakil Cabang Nahdlatul Ulama)
untuk tingkat kecamatan.
e. PRNU (Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama) untuk
tingkat Kelurahan.
2.
Lembaga
Lembaga adalah
perangkat oraganisasi NU yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan NU yang
berkaitan dengan bidang tertentu. Lembaga-lembaga tsb adalah :
a.
LDNU (Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama) bertugas
dibidang dakwah islam ASWAJA.
b.
LP Ma’arif NU bertugas dibidang pendidikan
formal/non formal selain pon. Pes.
c.
LSM-NU (Lembaga Sosial Mabarot Nahdlatul Ulama)
bertugas di bidang social dan
kesehatan
d.
LENU (Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama)
bertugas dibidang ekonomi warga NU.
e.
LP3NU (LembagaPembangunan dan
Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama) bertugas dibidang pengembangan
pertanian, perternakan, dan perikanan.
f.
RMI (Rabithah Ma’ahidil Islamiyah) bertugas di
bidang pengembangan Pondok esantren (Pon. Pes).
g.
LKNU (Lembaga Kemaslahatan dan Keuarga
Nahdlatul Ulama) bertugas dibidang kemaslahatan keluarga, kependudukan dan
lingkungan hidup.
h.
Haiah Ta’mir Masjid bertugas melaksanakan
kebijakan NU di bidang pengembangan dan kemakmuran masjid.
i.
Lembaga misi islam bertugas dibidang
pengembangan dan penyiaran islam ASWAJA di daerah yang bersifat khusus.
j.
ISHI (Ikatan Seni Hadrah Indonesia) bertugas
dibidang pengembangan seni hadroh (terbangan).
k.
Lesbumi (Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia)
bertugas dibidang seni dan budaya.
l.
IPSNU Pagar Nusa (Ikatan Pencak Silat Nahdlatul
Ulama) bertugas dibidang pengembangan olah raga bela diri pencak silat.
3.
Lajnah
Lajnah adalah
perangkat organisasi NU yang berfungsi untuk melaksanakan program NU yang
memerlukan penanganan khusus. Lajnah tersebut yaitu :
a.
Lajnah falakiyah bertugas menentukan
penanggalan th hijriyah, awal dan akhir bln ramadhan.
b.
Lajnah Taklif wannasyr bertugas penulisan karangan,
penerjemahan, penerbitan buku, kitab, dll.
c.
Lajnah Kajian dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia (Lakpesdam-NU) bertugas melakukan kajian, penelitian, dan elatihan
dalam rangka meningkatkan SDM-NU.
d.
Lajnah Penyuluhan dan bantuan Hukum.
e.
Lanjnah Zakat, Infaq dan Shadaqah.
f.
Lajnah Bahsul Masail Diniyah bertugas
menghimpun, membahas dan memecahkan masalah yang mauquf dan waqiah yang harus
segera mendapatkan kepastian hukum.
4.
Badan Otonom
Badan Otonom
adalah Perangkat Organisasi NU yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan
NU khususnya yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertuntu. Yaitu :
Muslimat NU, Fatayat NU, GP Ansor, IPNU, IPPNU, Jam’iyan Ahli Thariqah al
Mu’tabaroh an Nahdliyah, JQH (Jamiyatul Quro’ wal hufadz), Pergunu (Persatuan
Guru Nahdlatul Ulama), dan ISNU (Ikatan Sarjana nahdlatul Ulama).
5.
Struktur Kepengurusan NU
a.
Mustasyar (Dewan Penasehat Organisasi)
Bertugas
memberikan nasehat kepada pengurus NU sesuai tingkatannya dalam rangka menjaga
kemurnian Khithat NU dan Islahu Dzatil Bain (Abritase).
b. Syuriah
Adalah pimpinan
NU tertinggi yang berfungsi sebagai Pembina, pengawas dan penentu kebijakan NU.
c.
Tanfidziah
Adalah
pelaksana kerja program-program NU.
Posting Komentar